by shetea
Frens fillah…izinkan ane bercerita. Dalam kisah ini ane memakai sudut pandang orang pertama tunggal (aku, saya, ane, gue, whatever!), alurnya bolak-balik (alias semau ane). Ending terserah ente. Dan settingnya di sebuah medan bernama medan dakwah. Di sana penuh dengan cobaan, ujian, onak, duri, aral melintang sampai romantisme perjuangan.
Mengapa romantisme? Karena ane rasa di stasiun-stasiun perjalanan, di setiap sendi kehidupan, di setiap makhluk yang bernyawa (terutama manusia), yang di dalamnya ada segumpal daging yang disebut hati, di hati itu ada rasa. Rasa itu berwujud cinta. Cinta itu fitrah! Cinta itu anugerah! Yang jika benar menempatkannya, akan berakhir bahagia. Dan jika salah penempatannya, maka akan berujung malapetaka.
Frens fillah…izinkan ane bercerita. Dalam kisah ini ane memakai sudut pandang orang pertama tunggal (aku, saya, ane, gue, whatever!), alurnya bolak-balik (alias semau ane). Ending terserah ente. Dan settingnya di sebuah medan bernama medan dakwah. Di sana penuh dengan cobaan, ujian, onak, duri, aral melintang sampai romantisme perjuangan.
Mengapa romantisme? Karena ane rasa di stasiun-stasiun perjalanan, di setiap sendi kehidupan, di setiap makhluk yang bernyawa (terutama manusia), yang di dalamnya ada segumpal daging yang disebut hati, di hati itu ada rasa. Rasa itu berwujud cinta. Cinta itu fitrah! Cinta itu anugerah! Yang jika benar menempatkannya, akan berakhir bahagia. Dan jika salah penempatannya, maka akan berujung malapetaka.